Renungan :: Dia Mendengar
“ Nell! Hp-mu bunyi tuh! Kayaknya ada sms.”
“ Ya… tunggu, aku lagi di kamar mandi.”
“ Kamu ngapain sih? Ko’ lama sekali. Kayaknya bukan sms, karena Hp-mu tadi bunyi lagi.” Teriak Debby
“ Iya.. iya!” Aku langsung menuju kamarku dan melihat nomor yang tertera di layar Hp-ku. “ Kamu bener Deb, bukan sms tapi telepon.”
“ Baguslah. Hmm, biar kutebak pasti dari Rere.” Tanya Debby dengan menatapku. Aku menganguk-angguk dan memberi isyarat pada Debby agar segera keluar dari kamarku. “ Iiih… kalau menyangkut Rere pasti aku tersisih deh.” Rajuk Debby.
“ Deb…. Please!”
“ Iya..iya deh.” Debby bangkit menuju pintu sambil melemparkan bantal ke arahku.
“ Deb!” Teriakku. Debby keluar dengan mentertawakanku.
Setelah Debby pergi aku langsung telepon Rere. Terdengar nada sambung. Satu kali, dua kali. Tidak ada jawaban. Pada nada yang ketiga barulah terdengar suara di ujung sana.
“ Halo.”
“ Halo, Re. Kamu tadi telepon aku ya, ada apa?” Tanyaku dengan riang.
“ Hmm, iya aku…aku cuma mau ngobrol sama kamu.”
Kecewa dengan nada Rere yang datar aku bertanya dengan nada biasa
“ Ooh, ngobrol apa?”
“ Hhm…kamu baik-baik saja kan, Nell?”
“ Baik. Kamu?” Sepertinya Rere sedang berbasa-basi
“ Aku baik.”
“ Re, ada apa sih? Langsung saja deh tidak usah muter-muter.” Tanyaku tidak sabar
“ Nell, aku… aku….” Rere menghela nafas “ Nell, aku… maksudku kita. Kita harus putus.”
Aku terdiam. Berusaha untuk tidak kehilangan akal sehatku.
“ Kenapa Re?”
“ Aku bertemu dengan wanita lain.”
Aku menghela nafas “Re, ini kan bukan yang pertama kalinya kamu mengkhianati aku. Kamu sering bertemu wanita lain selama 5 tahun berpacaran denganku. Selama itu pun aku selalu menerima kamu kembali. Aku hanya menganggap kamu sedang ingin bermain-main di luar sana dan kamu akan pulang setelah kamu capek bermain. Please Re, ini tidak benar kan? Kamu tidak akan meninggalkan aku demi wanita itu kan?”
Tangisku mulai pecah dan aku menyesalinya.
“ Nell, aku harus memilih dia.”
“ Tapi kenapa Re? Aku kurang apa selama ini?” aku nyaris berteriak dan mulai putus asa
“ Karena dia hamil Nell, aku menghamilinya.”
***
“ Nelly! Kamu baru datang? latihan sudah dimulai dari tadi loh.”
“ Iya. Sorry ya Deb. Aku tadi ada urusan sedikit.” Jawabku di antara nafas yang tak teratur.
“ Ya sudah, ganti baju sana! Terus langsung gabung sama yang lain.”
Jawabanku hanya berupa anggukan saja. Aku tidak berani menatap mata Debby. Koordinator ministry dance sekaligus sahabatku yang satu ini selalu tahu kalau aku berbohong atau ada yang kusembunyikan.
Selama latihan dengan teman-teman ministry dance aku tidak fokus. Ada sesuatu yang mengganggu konsentrasiku. Sialnya Fer sang koreografer menangkap kekacauanku.
“ Oke. Teman-teman break dulu 5 menit.” Teriak Fer memberi komando
Saat itulah kudapati Fer menuju ke arahku. “ Nell, kamu kelihatan kacau sekali hari ini. Kamu baik-baik saja?” Ada nada cemas dalam pertanyaannya.
Dengan tersenyum penuh keyakinan aku menjawab “ Aku oke ko’ Fer. Tenang saja. Aku tadi hanya agak lupa dengan beberapa gerakan. Itu saja.”
“ Oke, kalau begitu kamu harus latihan lebih keras lagi. Ingat Nell, kita latihan dance untuk melayani Tuhan di acara Paskah dua minggu lagi. Kamu mengerti kan maksudku?”
“ Iya.” Jawabku. Fer masih menatapku tajam seolah tidak puas dengan jawabanku
“Aku mengerti Fer, sangat mengerti.” Aku nyaris berteriak bahkan mungkin menangis kalau Fer tidak segera pergi dari hadapanku. Dan saat dia melenggang begitu saja menuju teman-teman lainnya. Barulah aku bisa bernafas lega.
“ Oke, Position Please!” Ku dengar Fer memberi aba-aba.
Aku dan teman-teman lain segera mengambil posisi masing-masing. Sesekali aku menangkap tatapan penuh tanya dari Debby. Dan ketika musik diputar aku mulai hanyut menyatu dengan irama, melebur dengan liriknya yang menggambarkan pengorbanan Sang Maha Cinta. Tanpa sadar aku menangis.
***
Hari sudah sore saat aku tiba di kosku. Rasa lelah setelah latihan dance tidak lagi terasa, aku hanya ingin lekas masuk ke kamar dan mengurung diri. Tidak kuacuhkan sapaan ibu kos, begitu juga dengan teman-teman kos yang lain dan aku langsung masuk kamar tanpa menoleh lagi.
Di sudut kamarku aku mulai menumpahkan tangisku. Pintu dan jendela sengaja kukunci dan lampu kumatikan. Aku tidak ingin bertemu dengan siapa pun.
Ya Tuhan. Bagaimana aku bisa melayanimu di hari paskah nanti? Bagaimana aku bisa menari untuk Engkau? Bagaimana bisa audience melihat Engkau dalam diriku? Bagaimana mungkin aku menjadi berkat untuk mereka? Kalau keadaanku saja seperti ini. Aku sakit Tuhan…aku terpuruk…aku merasa seperti terperosok di sebuah lubang yang sangat dalam di mana tidak ada satu orang pun yang dapat menarikku keluar. Di sekitarku hanya ada kegelapan, dingin dan sendiri. Oh Tuhan aku tidak sanggup lagi. Ampunilah aku dan bantulah aku, sembuhkan lukaku ini Tuhan. Tuhan…jangan diam! Dengarkanlah aku!
Tangisku pecah, dadaku terasa sesak dan tubuhku lemas. Aku benar-benar tak berdaya. Namun menurutku Tuhan masih diam.
“Nell, kamu di dalam kan? Buka pintunya Nell!” Itu suara Debby yang mengetuk-ngetuk pintu kamarku. Aku diam, aku hanya ingin sendiri meresapi rasa sakit ini hingga membuat tulang-tulangku terasa ngilu.
“Nell…ayolah! Buka pintunya! Aku tahu kamu ada di dalam. Nell, please!”
Aku tetap bergeming.
“ Nell, aku akan tunggu sampai kamu membuka pintu, bila perlu aku tidur di depan pintu kamarmu!”
Debby paling hanya menggertakku, aku yakin dia akan bosan dan akan menyerah pulang. Tapi aku mendengar gagang pintu diputar dari luar terus-menerus, rupanya Debby belum menyerah juga. Lama-lama aku tidak tega membiarkan Debby menunggu di luar. Kuputar gagang pintu dan kubuka, aku mendapati Debby berdiri termangu memandangiku. Sebelum dia berteriak histeris karena melihat tampangku yang acak-acakan segera kutarik dia masuk ke dalam.
“Ya ampun Nell, kamu kacau sekali. Ada apa sih? Cerita dong sama aku, jangan di pendam sendiri.” Debby menenangkan dan memelukku. Tapi bukannya tenang tangisku malah pecah. Sesaat Debby hanya menepuk-nepuk pundakku.
“ Nell… Rere ya? Dia menyakiti kamu lagi?”
Aku tertunduk di hadapan Debby, bibirku masih terasa berat untuk bercerita.
“Nell, sampai kapan kamu akan diam dan terpuruk sendiri seperti ini? Sementara Rere, mungkin saat ini dia tidak memikirkanmu sama sekali. Air matamu terlalu berharga hanya untuk menangisi lelaki seperti dia.”
“Deb, mulai besok aku tidak akan ikut latihan. Aku akan mengundurkan diri dari tim yang melayani di hari paskah nanti.”
“Kenapa Nell?”
Kupandang Debby dengan penuh keyakinan “ Deb, itu sudah keputusanku!”
“Tapi kenapa Nell? hanya karena Rere?”
“Itu bukan karena Rere, tapi aku.”
“Oke! Aku akan mendukung keputusan kamu itu. Tapi, berikan aku alasan yang tepat.”
“Deb, kita tahu dance itu untuk siapa? Untuk Tuhan kan? Dan sekarang kamu lihat bagaimana keadaanku. Aku tidak layak melayani di hari paskah nanti. Tuhan sendiri bilang dalam firmanNya sebelum kita melayani Dia kita harus membereskan dulu hal-hal yang belum beres dalam diri kita. Kita menari agar audience yang melihat merasa diberkati dan mereka dapat melihat Kristus dalam tarian kita sehingga ada sukacita dalam hidup mereka. Sekarang bagaimana bisa aku menjadi berkat bagi mereka dengan keadaanku yang seperti ini?”
“Benar apa yang kamu katakan. Pertama yang harus kamu lakukan adalah bereskan dulu hal-hal yang belum beres dalam diri kamu!”
“Tidak semudah itu Deb.”
“Nell, serahkanlah segalanya pada Tuhan. Dia selalu ada buat kamu, Dia yang akan menyeka air matamu dan menyembuhkan lukamu. Tuhan sangat mengerti apa yang terbaik buat hidupmu. Ada sesuatu yang indah di balik semua ini.”
“Deb, bagiku saat ini tidak ada yang dapat mengerti bagaimana sakitnya aku. Tidak kamu, tidak teman-teman, tidak juga Tuhan. Tuhan hanya diam”
“Kamu salah Nell. Oke, mungkin benar aku tidak mengerti begitu juga teman-teman. Tapi ada satu pribadi yang sangat mengerti bagaimana rasa sakitmu itu. Bagaimana hancurnya ketika dikhianati. Dia mengerti Nell, sangat mengerti.”
Aku menggelengkan kepala. Sebelum aku menyangkal, Debby buru-buru menambahkan “Nelly! Jangan keraskan hatimu. Tanpa kamu sadari Tuhan sedang mengetuk hatimu. Dia ingin masuk ke dalam jiwamu, membangun kembali hatimu yang hancur. Coba renungkan! Kenapa semua ini terjadi pada saat menjelang hari paskah? Renungkan Nell! Ya, karena Tuhan ingin mengingatkan kita semua. Tuhan pernah sakit, Tuhan pernah dikhianati hingga Dia harus mati di kayu salib. Jika Dia mau, Dia mampu menghindari semua itu karena Dia adalah Tuhan. Tetapi sedikit pun Dia tidak lari karena semua itu sudah kehendak Bapa dan di balik semua itu ada rencana yang indah. Bayangkan jika waktu itu Dia tidak dikhianati, Dia tidak akan mati di kayu salib dan kita manusia masih terbelenggu dosa.”
Nelly terdiam, direnungkannya apa yang telah terjadi, dalam hatinya dia berkata, ya aku merasakan sakitnya dikhianati, sakitnya di tinggal. Tapi apa maksud semuanya ini, Tuhan? Aku merasa sendiri, namun benar kata Debby, aku tidaklah sendiri, sesungguhnya Engkau ya Yesus turut merasakan sakit hatiku. Apakah Engkau sedang memprosesku untuk memahami kesakitan dan pengorbananMu di kayu salib? Apakah ada bagian dalam diriku yang hendak Engkau kikis dan hancurkan di atas salibMu, agar aku semakin berkenan bagiMu? Apakah melalui peristiwa ini Engkau hendak menyatakan hanya Engkaulah pribadi yang setia?. Dalam tangisnya Nelly seakan mendengar Yesus berkata kepadanya “Sakitmu dikhianati dan ditinggalkan sudah terlebih dulu kurasakan di kayu salib. Ya, salib itu, pengorbananku itu adalah bagianKu untuk menyelamatkan semua manusia, karena Aku mengasihi semua manusia, termasuk kamu Nelly. Bagianmu adalah kamu harus pulih, bersedia diproses sehingga dapat melepaskan pengampunan. Aku mengasihimu Nelly.”
Ya Tuhan, benar apa yang dikatakan Debby tadi. Engkau sangat mengerti dan peduli. Maafkan aku Tuhan, aku telah meragukan kasihMu. Ampunilah aku dan masuklah dalam hatiku, penuhilah dengan kasih setiaMu. Jadilah kehendakMu Tuhan bukan kehendakku dan mampukanlah aku taat dan setia dalam segala pembentukanMu atas hidupku.
***
“Nell, terima kasih ya. Tarian tim-mu tadi sangat luar biasa memberkati aku dan juga teman-teman yang lain.” Fer menyalamiku setelah perayaan paskah selesai.
“Sama-sama Fer. Itu semua karena kasih karunia Tuhan dan tentunya karena kamu juga. Terimakasih ya, kamu sudah mau melatih aku dan teman-teman dengan penuh kesabaran.”
Aku dan Fer tersenyum. Malam ini sukacita memenuhi hati kami apalagi melihat para audience yang sudah mulai pulang dengan senyum di wajah mereka. Ya, aku sangat mengucap syukur atas apa yang telah kualami, yang membuat aku semakin mengerti arti pengorbananNya..
“Fer, aku pinjam Nelly sebentar ya.” Debby tiba-tiba menarik tanganku.
“Deb, ada apa sih? Pelan-pelan dong jalannya.”
“Ayo cepat Nell, ada yang mau kenalan dengan kamu.”
Debby berbicara dengan antusias sementara aku hanya heran dan penasaran.
“Ya, inilah dia. Nell, ini orang yang ingin kenalan sama kamu. Oke, aku tinggal ya! Chris, nanti kamu yang mengantar Nelly pulang ya!” Debby pergi dengan tersenyum jahil. Dalam hatiku ‘awas kamu Debby!’.
“Iya tenang aja Deb..Hai Nell, aku Chris” kujabat tangan Chris yang terulur dengan senyum termanisku.
sumber : https://www.facebook.com/notes/cerpuni-cerpen-dan-puisi-rohani/cerpen-dia-mendengar/346444828763477
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar